Like A Wavin’ Flag

Like A Wavin’ Flag

Piala Dunia!

Bulan ini, 32 negara tampil di Piala Dunia 2022 di Qatar. Dibagi jadi 8 grup berbeda berdasarkan undian, tiap negara punya 2-3 pertandingan buat lolos ke babak selanjutnya, babak 16 besar. Yang bikin Piala Dunia tahun ini beda, mainnya pas winter, dari yang biasanya summer. Alasannya, karena summer di Qatar terlalu panas, kasian pemainnya kalo harus lari-larian pas matahari kencor-kencor kayak gitu. Nanti tiap lima menit sekali water break, dong.

Bagi mayoritas manusia di muka bumi, ajang pesta bola jadi yang paling dinanti-nanti. Empat tahun sekali, seluruh dunia berpesta, menari, menyanyi, menangis sambil nonton bola. Dari fans garis keras, fans kasual, sampek yang hampir ndak pernah nonton bola, pun, kena “demam”-nya. Dari mbah-mbah, mas-mas start-up, mbak-mbak SCBD, mbok-mbok pasar, mamang pentol, ngikutin dengan kapasitas masing-masing. Ada yang ngikutin terus, ada yang sesekali liat, ada yang cuman seliwer baca di berita, ada yang cuman denger dari temennya. Bahasannya di mana-mana jadi bola, walau cuman selipan. Yang sering dibahas, tadi malem ada gol bunuh diri berapa.

Waktu masih tinggal di salah satu kota di pedalaman Kalimantan, tiap Piala Dunia pasti ngadain nonton bareng. Desek-desekan di garasi depan rumah, nontonnya dari TV kuecil (by today’s standard), dan gerobak mi ayam yang siap melayani penonton kelaperan. Yang ikut nonton juga lumayan banyak, dari temen-temen SD-ku, tetangga, Pak Kyai deket rumah, dan tentara-tentara dari asrama. Lucunya, mereka ini ndak pernah dukung siapapun. Jadi, tiap ada yang ngegolin, yaa, ikut sorak-sorai. Beneran cuman buat bersenang-senang aja. Gol, senang. Gol cantik, senang. Umpan cantik, senang. Penyelamatan luar biasa, senang. Mungkin ini bagian kecil dari pesta sepakbola dunia, yaa.

Tiap Piala Dunia juga muncul hal-hal yang iconic. Tahun 2002 ada RRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR —THE OG Ronaldo R9 dan rambutnya, Ronaldinho, Rivaldo, Roberto Carlos, dan RRRR lainnya— dan joga bonito-nya Brasil. Tahun 2006 ada Goleo VI dan Pille, si bola yang kebanyakan ngoceh, dan tentu saja tandukan maut Zidane. Tahun 2014 ada 1-7-nya Brasil vs. Jerman, tiap ditinggal nengok bentar udah nambah gol lagi. Tapi, diantara semua Piala Dunia yang pernah tak tonton (mulai 2002 tok, lho), Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan jadi yang paling berkesan sejauh ini. Dari atmosfernya, vuvuzela-nya, pertandingannya, gol-golnya, bolanya, sepatunya (Nike Elite Collection, tuh, masterpiece), sarung tangannya (Uhlsport Fangmaschine Sudafrika, Reusch Xosa, and that elusive, impossible-to-find, Reebok Valde II), dan, yang paling utama,

““It’s Tshabalalaaaaaa! Goal, Bafana Bafana! Goal for South Africa! Goal for all Africa!””

— Peter Drury

You can’t get more top corner than that.

Saking berkesannya, temen-temen dan aku sampek bikin klub bola yang namanya Jabulani FC, yang nantinya merger jadi J2FC. Nama Jabulani sendiri diambil dari nama official ball Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan, yang artinya bahagia. Aku lupa, dulu ngasih nama Jabulani, tuh, karena main bola bikin bahagia, atau tipikal anak SMP edgy, sok mencari arti kebahagian sejati lewat bola. Lebih bagus daripada Moxie, sih, walau maknanya lebih kerenan Moxie.

Pic by Shawn Smith from Astoria, NY, USA, Adidas Jabulani Official World Cup 2010 (4158450149), CC BY 2.0

Ngomongin Piala Dunia 2010 emang ndak bisa lepas dari obrolan soal Jabulani, sih. Banyak pemain yang ndak suka sama bola ini karena susah diprediksi, tendangannya susah dikontrol juga. Yang paling banyak protes, sih, kiper yaa. Termasuk aku. I hate that ball. Susah banget diprediksi, kayak sentient, punya pikiran sendiri. Bola mahal, tapi mainnya sama kayak bola plastik atau bola karet yang mentul-mentul itu. Tapi kalo buat field player, sih, Jabulani asik banget. Gampang banget kalo mau dapet knuckle ball dan tendangan-tendangan jarak jauh juga jadi lebih gampang. Liat aja golnya van Bronckhorst, atau liat Diego Forlan selama di Piala Dunia 2010, dikit-dikit nendang, sampek akhirnya dapet top scorer. He absolutely loved Jabulani.

Kalo ngomongin Forlan, inget Uruguay. Kalo inget Uruguay, inget Uruguay vs. Ghana.

Wah.

Waaaahhh.

Di Piala Dunia 2010, Ibuk suka nonton Ghana karena suka liat Asamoah Gyan main. Nyenengke, katanya. Nah, di edisi 2010, Ghana jadi peringkat 2 di Grup D dan lolos ke babak 16 besar bareng Jerman. Di babak 16 besar ketemu USA, trus Gyan ngengolin di extra time dan membawa Ghana ke perempat final dan ketemu Uruguay. Ndak usah dijelaskan lagi di sini, intinya Luis Suarez jadi kiper terbaik di Piala Dunia 2010, dan Gyan, of all people, gagal eksekusi tendangan penalti. Then everything went spiraling down. Sampek hari ini, Gyan jadi satu-satunya pemain bola yang Ibuk ikutin banget, tapi, yaa, cuman sepanjang Piala Dunia 2010 aja. Habis itu, ndak lagi.

Selain pertandingan, bola yang sentient, dan bermacam peralatan main bola yang iconic, Piala Dunia 2010 juga menyuguhkan absolutely banger song. Iyaa, Waka-Waka-nya Shakira bagus, tapi masih kalah sama Wavin’ Flag-nya K’naan. Sampek-sampek, di akun YouTube-nya K’naan ditulisin,

ATTENTION: This is NOT the official video or song of the 2010 FIFA World Cup!

Banyak banget yang mengenang Wavin’ Flag sebagai official song-nya Piala Dunia 2010. Padahal, itu Coca-Cola Anthem, buat iklan. Lebih diinget sebagai official song, yaa, karena lebih banger, vibe-nya juga lebih ngena. Lebih menggebu-gebu, kalo dengerin rasanya pengen ikut “perang” dan ngasih yang terbaik. Apalagi perkusi di opening-nya. Ntaps. Sampek hari ini, Wavin’ Flag masih ada di playlist Game Time-ku, playlist khusus buat pre-match preparation.

This is not a song, this is football. These are people, these are emotions.

~~

OOoOo OoOoOoOooO

When I get older I will be stronger

They'll call me freedom just like a wavin' flag

~~

But all I see are red flags waving from her.