Kacamata Baru
Belum lama ini, aku ganti kacamata baru, karena kebetulan yang lama patah. Lucunya, patahnya tanpa ada tanda apapun. Pas di tengah-tengah kerjaan penting pula. And finally I have a reason to not doing my work.
Buat yang belum tau, sebelum beli kacamata baru harus tes mata dulu. Idealnya, tes mata di dokter spesialis mata, barangkali ada kondisi mata yang harus diperhatikan sebelum beli kacamata baru. Sayangnya, janji temu dokter di sini parah pol, bisa jadi berbulan kemudian baru dapet janji temu. Bisa jadi matanya lepas duluan baru dapet janji temu. Jadi, berbekal hasil tes yang udah lama banget, aku jalan ke optik dan tes mata di sana aja, tes ukuran aja ndak usah tes yang lainnya dengan asumsi kondisi mata masih sebagus ketika tes di dokter mata.
Singkat cerita, tes mata alhamdulillah lulus, mungkin karena aku rajin belajar sebelum tes. Dan tibalah hal yang paling sulit ketika beli kacamata baru:
Pilih frame.
Buatku pribadi ini paling susah karena pilihan banyak tapi rasa-rasanya ndak ada yang pas. Ada yang dirasa bagus tapi ukurannya ndak pas, ada yang ukurannya pas tapi ternyata kurang bagus dipake (mukanya yang agak kurang, mungkin). Seringnya, yang dipilih adalah yang paling pas di antara yang kurang pas.
Waktu pilih lensa, pilih yang bisa berubah warna kalo kena UV, for the convenience. Biar ndak usah gonta-ganti kacamata pas jalan-jalan, repot banget ketika keluar-masuk ruangan harus ganti kacamata. Lebih ringan juga daripada model clip-on yang biasanya tak pake. Dibilang kayak orang tua dan tacky, di andak ngearasain aja repotnya gimana. Mentang-mentang kalo pas pergi selalu pake contact lenses dan sunglasses normal.
Menurutku, kacamata adalah salah satu penemuan penting dalam sejarah umat manusia. Orang-orang yang kayak aku dan dia yang punya mata jelek jadi bisa liat hampir sama baiknya dengan yang matanya normal. Ditambah lagi berbagai macam tipe lensa yang ada sekarang, dari yang tipis sakpole, lensa dengan filter ini-itu, mungkin beauty filter juga kayak Camera360, sampek lensa yang warna-warni saingan sama mata kucing di sepeda. Pokoknya mata jadi bisa melihat dengan penuh clarity dan dilindungi dari segala pembodohan dan tipu-tipu yang dilakukan orang-orang.
Let's talk about the clarity.
Ini aspek yang memang sering dibicarakan tapi menurutku cannot be overstated. Aku mulai pake kacamata sekitar kelas 5 SD. Sebelumnya liat biasa-biasa aja, duduk dari belakang kelas juga masih bisa liat papan tulis dengan jelas. Sampai suatu hari, di akhir pemusatan olimpiade bagian pertama, matanya mulai agak kabur, sampek agak susah nangkepnya. Singkatnya, aku tes mata, ternyata harus pake kacamata. Oh boy how my life changed.
Aku baru tau kalo rumput bisa dilihat tiap helainya, daun di pohon bisa dilihat tiap pucuknya. Dan yang paling mindblowing, bulan bisa kelihatan 'motif'-nya tanpa teleskop! Di situ aku baru paham, kenapa orang-orang zaman dulu bisa bilang di bulan ada kelincinya.
Kacamata yang cocok bisa bantu kita lihat banyak hal dengan jelas. Yang biasanya kecil dan terlewatkan, bisa terlihat. Yang tadinya resolusi SD langsung jadi 8K. Sedangkan kacamata yang ndak cocok bikin kurang jelas, bikin pusing sendiri, resiko celaka ketika jalan lebih besar, dan mungkin bisa merusak mata juga.
Sama kayak di kehidupan. Ketika kita lihat apa yang terjadi dengan kacamata yang cocok, kita bisa lihat lebih jelas, bisa judge the situation dengan lebih baik, bisa lihat tiap helai hingga akar masalahnya, dan tau langkah apa yang harus diambil. Sedangkan kacamata yang ndak pas malah bikin kurang jelas, bisa salah melangkah, dan jeleknya lagi, malah menghukumi.
Tapi ndak tau juga deng, aku kepikiran hal ini ketika lagi bingung karena kacamata yang patah. Bisa jadi apa yang tak tulis di sini hasil dari pemikiran sok filosofis karena barusan kehilangan sesuatu yang penting. Kacamata untuk melihat dunia yang penuh dengan tipu daya.