Gerak Semesta
Suatu hari di zaman yang dahulu sekali, Albert Einstein pernah bilang, "Nothing happens until something moves". Karena yang ngomong Albert Einstein, kutipan ini kiranya berlaku untuk semua yang dipengaruhi hukum fisika di penjuru alam semesta. Ndak cuman orang dan bola yang didorongnya seperti di soal-soal fisika, tapi juga kehidupan kita. Ndak akan terjadi apa-apa hingga ada yang bergerak.
Dalam hidup, kita selalu dihadapkan dengan banyak pilihan. Ndak cuman pilihan-pilihan besar kayak mau pindah ke mana atau ambil jurusan apa, tapi juga pilihan-pilihan kecil seperti makan es krim vanilla daripada es krim cokelat. Tiap-tiap pilihan yang kita ambil punya konsekuensinya masing-masing. Bisa-bisa, karena milih vanilla, baju kita selamat dari es krim yang tumpah. We'll never know. Well, I know, karena aku yang numpahin es krimnya.
Pilihan-pilihan atau gerakan-gerakan yang kita ambil ini bisa jadi punya efek yang signifikan dalam hidup, entah itu hidup kita ataupun hidup orang lain. Seperti Goci yang pernah ngomong pengen seblak pake kecap, jadinya aku masak seblak yang pake kecap tanpa sadar.
Gara-gara Goci maksa ngadain olahraga bersama waktu Sporthalle baru buka, aku jadi pinjam raket warna merah dan jadi main badminton lagi. Gara-gara balik ke badminton, aku jadi memutuskan ndak main futsal lagi, yang berujung pada bubarnya tim futsal. Gara-gara tim futsal bubar, slot main badminton jadi lebih banyak dan makin tenggelam dalam per-badminton-an. Gara-gara sering main badminton bareng, jadi kenal orang banyak.
Gimana, udah capek? Baru fase pertama, lho.
Oke kita mulai fase kedua.
Suatu hari, Goci pinjam timbangan koperku. Gara-gara sama-sama kenal banyak orang, bukannya dibalikin, dia seenaknya sendiri nitipin timbangannya ke orang lain. Gara-gara timbangannya di orang lain, aku harus ngambil sambil bawa buah tangan kecil. Gara-gara ngasih buah tangan kecil, aku jadi dapet buah tangan balik, yang akhirnya dikasih ke Goci sebagian karena dia sakit dan butuh makan. Emang tuman anak satu ini.
Kadang, dalam tiap gerak yang kita ambil, semesta pun ikut bergerak. Bisa beriringan, melawan arah, atau bahkan tegak lurus. Di sela-sela dua fase ini, semesta agaknya lagi pengen main-main sama hidupku. Dia bergerak tegak lurus, udah gitu aku diseret-seret pula. Aku yang tadinya siap pindahan, harus mundur, mundur, dan mundur lagi.
Siapa, sih, yang ndak capek kalo diseret-seret secara tegak lurus terus menerus? Ndak lama, aku memutuskan buat rehat sejenak dan ikut semesta ke mana. Wes, bebas, mau diseret ke mana aja aku ikut, mau ke bulan juga aku ikut.
Ternyata, semesta membawa aku berubah jadi kami.
Yang berbeda menjadi bersama.
Dari satu berubah jadi dua hingga bersatu.
(Saya aslinya dua orang, ndan.)
Meskipun semesta sudah mengatur dan mempertemukan sedemikian rupa, pada akhirnya, gerakan kita yang akan menentukan jalan ke depannya. Semesta mempertemukan, tapi tindakan yang menentukan. Dan kami memutuskan untuk menjadi berani dan menantang segala yang akan datang nanti.
Kami tau, apa yang ada di depan tidaklah mudah. Butuh lebih dari sekadar kerja keras tanpa mengalah serta langkah yang terarah. Terus maju walau harap hanya secercah. Yakin yang tak goyah buat semesta terbelangah tak bisa membantah. Dan, pada akhirnya, kami yang akan riang berdekah.
Semesta selalu punya caranya sendiri untuk menghadiahi diri, seperti kamu yang tiba-tiba ada, lalu tiba-tiba saja aku bahagia.
Semua gara-gara Goci.