A Sunny Day in Heidelberg

A Sunny Day in Heidelberg

Spring! Eh, Sommer! Eh, ndak tau, lah, ini musim apa, pokoknya matahari lagi banyak dan tanaman lagi banyak daunnya. Wajar, kelamaan tinggal di Clausthal yang stuck in perpetual autumn and winter, aku jadi ndak tau urutan musim yang ada di Jerman. Mbuh, aneh banget pokoknya, kayaknya itu kota punya weather controller dan sengaja dibikin dingin mulu buat penelitian efek prolonged exposure to cold weather terhadap kondisi fisik dan psikis manusia. Persiapan nuclear winter gitu.

Setelah keluar dari Clausthal winter kemaren, aku nunggu-nunggu musim baju haram anget-anget biar bisa jalan keluar tanpa jaket dan pake kacamata hitam. For the first time since forever I can’t wait for the sun to come. Trus kalo udah ada mataharinya, mau jalan-jalan ke luar kota pake kaos, kacamata hitam, dan kalo bisa pake celana pendek juga. Ditambah lagi kalo bisa makan ecim sambil duduk-duduk di taman, beneran kayak lagi di luar negeri!

Tujuannya ke mana udah jelas banget. Udah direncanain dari awal malah. Pokoknya setelah mataharinya ada, mau ke Heidelberg! Mau ke Schloss, mau naik Bergbahn, mau makan di ayam goreng depan gereja, mau makan ecim sambil jalan sepanjang Altstadt, mau ke Alte Brücke, mau makan di restoran tapi duduknya di luar, dan mau ke Coffee Nerd!

Banyak yaa maunya. Tapi ndak papa, kan, sekarang rumahku cuman beberapa menit doang dari Heidelberg, jadi bisa berangkat pagi dan pulang malem. Kalo ndak cukup atau udah terlanjur capek, yaa, bisa pulang dan istirahat, trus nanti ke sana lagi. Ah, enaknya tinggal di kota. Banyak opsi transportasinya.

Setelah melewati winter yang biasa aja tapi penuh drama, akhirnya hari yang dinanti telah tiba. Ke Heidelberg! Berangkat pagi dan sampek di Heidelberg pukul 8, trus sarapan pake blueberry muffin sambil duduk-duduk cantik di taman deket Stadtbücherei. Dari Stadtbücherei jalan ke arah Altes Hallenbad, trus lewat depan Alpha Aktiv, masuk ke Carree dan lewat depan REWE City dan Tiger and Dragon, trus keluar dan jalan ke arah Rohrbacher Strasse. Tentu saja ndak lupa mampir ke rumah pertama di Rohrbach. Gedungnya masih sama, jeleknya masih sama, baunya masih sama, balkon mini tempat Ravin naroh 10 kotak susu juga masih ada. Semuanya masih sama seperti dulu.

Sepanjang Altstadt sampek ke Alte Brücke dan Schloss juga masih sama, masih cantik dan masih rame. Paling ngena menurutku waktu ke Schlossgarten-nya, sih. Pas sampek di atas dan liat pemandangan kastilnya, Altstadt di bawah, sungai Rhein, Alte Brücke, dan perbukitan, rasanya langsung meleleh. Capeknya, stressnya, paniknya, buru-burunya, pusingnya, kayak ilang semua. Masih sama kayak dulu ternyata, masih jadi sumber ketenangan.

Setelah foto-foto sebentar di atas, aku langsung cari tempat duduk dan langsung keluarin art supplies. Ceritanya mau live sketching, gitu. Sok-sokan sketching biar keliatan keren, padahal gambar aja ndak bisa sama sekali. Dan karena malu diliatin, tiap ada orang yang penasaran dan mau liat, bukunya kututupin pake tangan. Ben. Daripada di-judge yaa kan. Tapi akhirnya bisa selesai tanpa sering nutupin, karena orang-orang pada fokus liatin yang lagi latihan nari atau apa gitu di belakangku. Good job, Mbak dan Masnya!

Selesai sketching, aku duduk dan menikmati pemandangan di depanku. Ah, Heidelberg emang kota yang ideal. Ideal untuk nyantai, ideal untuk pacaran, ideal untuk tinggal, ideal untuk belajar. Dan bukan cuman aku yang mikir kayak gini. Banyak, banyak banget yang punya pikiran sama juga. Bahkan, dari 100-200 tahun yang lalu, orang-orang kayak Goethe dan Mark Twain juga punya pendapat yang sama, Heidelberg cantik. Great minds do think alike.

Berarti udah dari beberapa ratus tahun yang lalu Heidelberg ndak berubah, sama cantiknya, sama idealnya. Yang berubah adalah orang-orang yang datang ke Heidelberg. Orang-orang yang tinggal di Heidelberg. Mungkin fase hidup mereka berubah, mungkin pandangan hidup mereka berubah, mungkin status mereka berubah, tapi yang jelas, hidup mereka berubah. Aku pun juga berubah. Terakhir aku ke sini, tuh, waktu baru semester pertama bachelor, sekarang udah master, udah kerja juga. Yang tadinya masih kekeuh sama pandangan sendiri, sekarang udah bisa menerima pandangan lain. Yang tadinya kalo ngomong selalu tersirat, sekarang bisa sedikit lebih blunt. Dulu juga masih sering bohong sama perasaan sendiri, sekarang bisa lebih jujur dan terbuka. Banyak, banyak banget yang berubah.

Di hadapan kota Heidelberg, kota dengan banyak kenangan di tiap-tiap sudutnya, I can pat myself on the back and say that I’m proud of myself to be able to overcome whatever happened in the last few years. That I’m proud of what I have become, a better person.

Place does not change, people do.